Minggu, 24 Januari 2010

Nikmatnya Kopi Arabika Pangalengan

Selama ini Kec. Pangalengan, Kab. Bandung, terkenal sebagai penghasil sayur-mayur dan susu sapi. Namun, jangan heran apabila dalam waktu tak lama lagi, Pangalengan juga menjadi sentra produksi kopi. Bahkan, kios-kios di jalan raya Pangalengan bisa jadi nanti dipenuhi dengan kios kopi siap minum dengan jenis kopi terbaik yakni arabika.


Keyakinan ini dicetuskan Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan (Distanhutbun) Kab. Bandung, Agus Hilman. "Luas tanaman kopi di Pangalengan terus bertambah, khususnya di areal hutan milik Perhutani yang dikelola berdasarkan konsep Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)," katanya, Sabtu (2/5).

Menurut Kabag Humas Pemkab Bandung, Edi Sujadi Santana, Pangalengan dinilai cocok untuk pengembangan tanaman kopi, khususnya jenis arabika yang harganya lebih tinggi daripada kopi robusta. "Dari hasil kajian Unpad, Kec. Pangalengan merupakan daerah yang cocok untuk kopi. Pangalengan memiliki ketinggian antara 1.200-1.500 meter di atas permukaan laut dan curah hujan antara 1.000-2.000 mililiter per tahun," katanya.

Sampai akhir tahun 2008, kata Edi, luas tanaman kopi di Kab. Bandung mencapai 4.404,5 hektare tersebar di 24 kecamatan. "Kec. Pangalengan memiliki tanaman kopi terluas, yakni 1.500 hektare. Dengan semakin luasnya areal kopi arabika, kini Pangalengan butuh pabrik pengolah kopi siap minum agar penghasilan petani meningkat," katanya.

Bagi warga Pangalengan, Gito, menanam kopi lebih menguntungkan daripada sayur mayur. "Tiap hektare bisa ditanami 2.000 sampai 2.5000 pohon kopi. Bila setiap pohon menghasilkan dua kilogram kopi, setiap panen bisa menghasilkan sampai lima ton kopi gelondongan," ujarnya, Sabtu (2/5).

Panen kopi di Pangalengan berlangsung antara Mei hingga Oktober. "Harganya pun selalu naik, tidak seperti sayur-mayur," kata pria yang kini menangani usaha pengolahan kopi di Kp. Dangdang, Desa Pulosari, Pangalengan.

Bukan hanya petani yang menikmati hasil kopi, sejumlah warga seperti Gito pun sudah sejak dua tahun lalu membuka usaha penggilingan kopi dan dikirim ke Medan, Sumatra Utara, untuk diekspor. "Di Pangalengan sudah ada empat pabrik yang mengolah kopi gelondongan untuk dihilangkan kulitnya atau disebut kopi gabah. Setelah dijemur tiga hari, kopi gabah digiling lagi menjadi kopi beras yang siap dikirim ke pembeli," katanya.

Ongkos giling kopi gelondongan menjadi kopi beras Rp 100,00/kg, sedangkan dari kopi gabah menjadi kopi beras Rp 500,00/kg. Saat ini harga jual kopi gelondongan Rp 3.000,00/kg, sedangkan harga kopi gabah Rp 9.000,00/ kg dan kopi beras Rp 18.000,00/kg. "Dari seratus kilogram kopi gelondongan setelah digiling menjadi tiga puluh kilogram kopi gabah dan akan susut lagi bila digiling menjadi kopi beras," katanya. Hanya, Pangalengan belum memiliki pabrik pengolah kopi beras menjadi kopi siap minum.

"Kopi arabika merupakan kopi kualitas ekspor, sedangkan warga Indonesia lebih banyak minum kopi robusta. Kalau Pangalengan sudah ada pabrik kopi siap minum, akan tumbuh kedai-kedai wisata yang menawarkan kopi," katanya.

Apabila hal itu terjadi, Pangalengan bisa mendapat sebutan baru lagi sebagai "kota kopi arabika". "Di tengah udara dingin Pangalengan, sungguh nikmat ’nyeruput’ kopi arabika," kata Gito tersenyum. (Sarnapi/"PR")***


Sumber:
Harian Pikiran Rakyat, Senin 04 Mei 2009, dalam :
http://www.ahmadheryawan.com/lintas-kabupaten-kota/kabupaten-bandung/3515-nikmatnya-kopi-arabika-pangalengan.html

1 komentar:

  1. Hai, mau tanya soal kopi dari Pangalengan
    apakah, ada contact person yang bisa bantu saya untuk mencari tahu mengenai pengolahan kopi di Pangalengan

    Terimaksih sebelumnya

    BalasHapus